Senin, 27 Agustus 2012

Anak-Anak Korban Kebakaran Kesulitan Seragam Sekolah

(foto:KOMPAS/ IMAGES/MUNDRI WINANTO)

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak korban kebakaran di Pekojan, Jakarta Barat, pada Sabtu (28/7/2012) lalu, masih kesulitan memenuhi kebutuhan seragam sekolah, kendati sudah ada sumbangan dari donatur. Mereka tetap harus membeli seragam baru karena ukurannya yang tidak pas.

"Seragam yang diberikan para donatur ukurannya tidak pas, akhirnya para korban membelinya sendiri," ujar Ketua RT 08/07 Budi Mulyaman di Jakarta, Senin (27/8/2012).

Begitu juga untuk kebutuhan peralatan sekolah lain seperti buku. Menurut Budi, sebagian korban memutuskan untuk membeli buku sendiri bagi anak-anak mereka.

"Untuk buku juga sama, ada yang beli sendiri," tambah Budi.

Untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah sendiri, kata Budi, baru akan dimulai pada Selasa (28/8/2012) besok.

Lokasi Rawan Kebakaran Antara Ada dan Tiada

JAKARTA, KOMPAS.com - Titik-titik utama yang masuk daerah rawan kebakaran di Jakarta ternyata adalah lokasi-lokasi yang termasuk lahan sengketa. Yang patut disayangkan, entah karena status kepemilikan dan peruntukan yang belum jelas, lokasi-lokasi tersebut tidak dimasukkan dalam peta tata ruang kota Jakarta.

"Lokasi-lokasi itu termasuk urban black hole atau lobang hitam perkotaan yang tidak masuk dalam Peta Tata Ruang Kota Jakarta," kata Ketua Kelompok Studi Arsitektur Landskap Indonesia Nirwono Yoga yang dihubungi Kompas.com, Senin (27/8/2012).

Tidak disebutkan tidak dimasukkan lokasi-lokasi tersebut merupakan suatu kesengajaan atau tidak. Yang pasti, titik-titik rawan kebakaran yang masuk lahan sengketa tidak ada dalam peta Tata Ruang Jakarta.

Imbasnya, keberadaan titik-titik tertentu di Tambora, Kapuk Muara, Senen, dan lain-lain itu tidak diakui secara struktural dalam wilayah DKI Jakarta. Apalagi, selain tergolong lahan sengketa atau tanpa status kepemilikan yang jelas, kawasan tersebut biasanya merupakan wilayah kumuh yang padat pemukiman dan padat penduduk.

"Jadi, jangan heran kalau dalam 5-10 tahun penanganan kebakaran sekaligus pemukiman di titik-titik tersebut tidak akan tuntas," tandas Nirwono.

Ia menerangkan, jika Pemprov DKI benar-benar berniat mengatasi masalah kebakaran sekaligus pemukiman kumuh di lokasi-lokasi tersebut, ada tiga langkah konkret dan bertahap yang perlu dilakukan. Langkah-langkah tersebut membutuhkan keterlibatan sejumlah instansi dan pemangku kepentingan. Karena itu, kemauan dan koordinasi dari pucuk pimpinan tingkat provinsi, yakni Gubernur DKI Jakarta sangat dibutuhkan.

"Yang pertama, Dinas Tata Ruang memperjelas status kepemilikan ruang tersebut. Kemudian Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) bisa mengupayakan negoisasi soal status lahan," papar Nirwono.

Bila status kepemilikan sudah jelas, Pemerintah bisa membicarakan langkah berikut yaitu peremajaan kawasan. Tujuannya menjadikan lingkungan tersebut sebagai kawasan terpadu dan ramah lingkungan.

Langkah terakhir adalah melakukan rekayasa sosial. Warga yang sebelumnya terbiasa di lingkungan yang kumuh dan padat bisa diadaptasikan pada pola-pola hidup sosial yang ramah lingkungan, pola hidup baru yang bisa dikatakan memiliki level peradaban yang berbeda.

"Bahkan, untuk mengubah budaya dari pola hidup di pemukiman horisontal ke pemukiman vertikal saja membutuhkan adaptasi yang tidak mudah bagi warga pada umumnya. Untuk itulah program-program rekayasa sosial perlu didialogkan lebih dahulu dengan warga setempat," kata Nirwono.

Pengamat Lingkungan dari Universitas Trisakti ini menerangkan, program serupa telah dilakukan beberapa negara ASEAN sebelumnya. Singapura yang paling awal melakukan program tersebut membutuhkan waktu 15-20 tahun. Sementara Vietnam yang terbaru mampu melaksanakan peremajaan kawasan dan rekayasa sosial dalam waktu yang lebih singkat, yakni 10 tahun.

"Dari segi pendanaan, Jakarta tidak ada masalah. Tinggal niat dan keseriusan pemerintah saja. Kalau serius saya yakin bisa lebih cepat dari Vietnam," pungkas Nirwono.
 

Human Error Jadi Penyebab Utama Kebakaran Di Jakarta

Jakarta Peristiwa kebakaran yang melanda pemukiman warga DKI Jakarta bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah kelalaian yang dilakukan oleh warga.

"Selain api, warga kurang siap atau dengan kata lain human eror," ujar Kepala Dinas Pemadam DKI Jakarta, Paimin Napitupulu, saat dihubungi detikcom, Senin (27/8/2012).

Paimin menuturkan selama bulan puasa, banyak warga yang aktivitasnya berpindah di malam hari. Sehingga kemungkinan warga melakukan human error bisa saja terjadi.

"Seperti menggunakan kompor untuk memasak. Karena penyebab terbesar kebakaran adalah ledakan dari tabung gas," kata Paimin.

Paimin berharap satu hingga dua hari ke depan, peristiwa kebakaran dapat diminimalisir. Karena warga sudah melihat kejadiannya dan tidak akan mengulangi lagi.

"Dengan adanya pemberitaan mengenai kebakaran itu akhirnya mereka akan berpikir dan tidak akan mengulangi kesalahan," terangnya.

Paimin menegaskan perlu kewaspadaan yang tinggi terkait seringnya kebakaran di wilayah pemukiman padat penduduk.

"Bagaimana pun warga harus tetap waspada, jangan sembarangan, karena di samping diakibatkan ledakan kompor, enam puluh persen disebabkan oleh arus pendek," ungkapnya.

Tidak Ada Korelasi Kebakaran Dengan Pilkada DKI

Jakarta Polda Metro Jaya telah melakukan identifikasi 58 penyebab kebakaran yang belakangan marak terjadi di Jakarta, dari kurun waktu 11 hingga 26 Agustus 2012. Salah satu penyebabnya adalah raket listrik untuk memukul nyamuk.

"Selama operasi ketupat jaya, telah terjadi kebakaran sebanyak 58 kali. Semuanya alami, salah satunya adalah raket listrik untuk mematikan nyamuk," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (27/8/2012).

Rikwanto menjelaskan, percikan raket nyamuk tersebut bisa membuat kebakaran saat berdekatan dengan sumber api. Selain raket nyamuk, penyebab kebakaran lainnya adalah membuang puntung rokok, pembakaran sampah dan tabung gas meledak.

"Dari 58, penyebab paling banyak tetap dari korsleting listrik yang terjadi sebanyak 37 kali," paparnya.

Polisi menepis dan tegas membantah kabar yang menyebutkan kebakaran di ibukota terkait Pilgub DKI Jakarta.

"Sampai saat ini belum ada korelasi kebakaran dengan Pilkada DKI," tutup Rikwanto.

Minggu, 26 Agustus 2012

Kebakaran Melanda Jakarta

Jakarta | Sabtu, 25 Aug 2012
Rihad Wiranto
Pengaitan kebakaran dengan Pilkada DKI meragukan.
Warga Jakarta was-was dihantui banyaknya kebakaran akhir-akhir ini. Untuk ke 28 kali sejak awal Puasa lalu, kebakaran terjadi lagi di Jakarta Selatan (Jaksel), Jum'at (24/8) sekitar 11:00 WIB. Kali ini api menghanguskan 14 bangunan di Jalan Bangka 2 G, RT07/03, Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan.

Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Jaksel, Frans Hodden mengatakan api berasal dari kamar milik Aziz , di bagian depan rumah milik Jalaluddin (37).


Kepada petugas Damkar, saksi mata Ninda mengatakan ia sempat melihat benda jatuh di kamar tersebut. Sesaat kemudian ada api, dan dengan cepat menghanguskan enam rumah dan delapan kontrakan. "Jadi, kami meduga api berasal dari konsleting listrik," ucap Frans. Dugaannya diperkuat fakta bahwa kamar itu sudah dua hari dikunci. Sebab dua hari pula Aziz tak pulang kerja sebagai
security di daerah Senayan.

Pernyataan berbeda dilontarkan Ketua Ketua Rukun Tetangga setempat, Mawardi. Menurutnya api berasal dari petasan yang dinyalakan keponakan Jalaluddin di kamar Aziz. "Jadi awal api kan dari kamar depan rumah Jalaluddin (Kamar Aziz). Nah, tetangganya, Agus bilang sama saya, kalau dirinya melihat keponakan Jalaluddin main petasan di kamar tersebut," kata Mawardi.


Dalam kejadian itu, tak ada korban jiwa. Sebagian besar harta korban tak sempat diselamatkan. Terlihat kasur, lemari, tiga motor dan barang-barang lainnya ludes.

Untuk memadamkannya, Frans mengutarakan pihaknya sudah menerjunkan 18 mobil kebakaran.
Kebakaran juga melanda pemukiman padat penduduk di RT 10,11/ RW 03 Kelurahan Keramat Pulo, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (24/8), diduga berawal dari api yang berasal dari kost-kostan. "Kost-kostan itu bangunannya kayu, makanya gampang terbakar," ujar Umam, salah seorang warga yang ikut memadamkan api.
Bersama warga yang lainnya, ia menegaskan bahwa tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. "Korban jiwa tidak ada, soalnya kejadiannya siang dan warga juga cepat bertindak," ujarnya.

Umam menuturkan bahwa beberapa penghuni kost-kostan tersebut juga sedang mudik ke kampung halaman mereka. Sekitar pukul 12.30 WIB, api terlihat sudah mulai mengecil. Dari pantauan
Jurnal Nasional, kepanikan warga juga sudah mulai berkurang seiring mengecilnya kobaran api. Namun, beberapa warga yang rumahnya terbakar terlihat shock bahkan ada yang pingsan. Hal ini dikarenakan barang-barang milik mereka ludes dilahap si jago merah.
Kawasan padat penduduk Tambora, Jakarta Barat kemarin juga dilalap api. Sedikitnya 66 rumah hangsud dilalap si jago merah, di lima RT di Kelurahan Tanah Sereal. Kepala Seksi Operasi Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Sutarno, api mengamuk sekitar 03.45 WIB. Beruntung dalam kebakaran ini tidak menimbulkan korban jiwa.

Sutarno menambahkan, petugas Damkar dan PB Jakbar mengerahkan 37 unit mobil pemadam kebakaran untuk memadamkan api tersebut.


Wilayah yang terbakar meliputi RT 1, 7, 8, dan 9 dari RW 1, serta RT 6 dari RW 3 Kelurahan Tanah Sereal, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. "Kemungkinan kebakaran ini disebabkan hubungan pendek arus listrik," ujar Sutarno.
Pakar perkotaan Yayat Supriatna mengatakan banyak kejadian kebakaran di permukiman saat ditinggal mudik penghuninya disebabkan minimnya koordinasi di tingkat komunitas masyarakat.

"Selama ini, masyarakat kalau mudik selalu sibuk sendiri-sendiri sehingga ketika permukiman ditinggal pergi tidak ada yang mengoordinasi," kata Yayat Supriatna saat dihubungi di Jakarta, Jumat.


Pakar dari Universitas Trisakti, Jakarta itu mengatakan seharusnya sebelum mudik, komunitas di tingkat terendah yaitu rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW) melakukan koordinasi untuk menjaga keamanan lingkungannya.


Hal itu, menurut dia, disebabkan sikap masyarakat perkotaan yang semakin egois sehingga tidak saling mengenal dengan tetangga di sekitar lingkungannya.

"Tidak hanya di permukiman kelas atas, di permukiman kelas bawah pun kesadaran bermasyarakat sudah mulai berkurang. Masyarakat sudah mulai tidak peduli dengan pendatang baru," katanya.

Karena itu, dia melihat masyarakat yang pergi mudik enggan untuk sekedar menitipkan rumahnya kepada tetangganya. Akibatnya, tidak ada yang menjaga wilayah permukiman saat ditinggal mudik penghuninya.


Rendahnya kesadaran Yayat mengatakan pula bahwa selain faktor-faktor itu itu, maka kejadian kebakaran juga merupakan akibat dari rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keamanan permukimannya. Hal itu karena kebanyakan pemukim adalah pendatang baru yang mengontrak rumah-rumah petak.


"Kebanyakan kebakaran terjadi di kawasan permukiman dengan rumah kontrakan. Karena merasa bukan milik sendiri, penghuninya sering tidak peduli dengan keamanan rumahnya," katanya.


Karena itu, dia menilai kebakaran yang terjadi seringkali disebabkan oleh kelalaian penghuni permukiman karena sering penggunaan peralatan listrik yang tidak sesuai standar saat meninggalkan rumah.


Menurut catatan Polda Metro Jaya, dari 66 kebakaran yang terjadi selama Ramadhan hingga Idul Fitri, 35 kejadian disebabkan korsleting listrik.

Kebakaran Di Jatinegara Kaum Pulo Gadung

Petugas Damkar sedang memadamkan api yang melanda di sejumlah bangunan di Jatinegara Kaum Pulo Gadung, Sabtu pagi 25/08/2012
JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran yang melanda 11 bangunan di Jalan Raya Bekasi Timur, RT 02 RW 3, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, Sabtu (25/8/2012) pagi disebabkan hubungan arus pendek kabel listrik. Kabel tersebut diketahui dalam kondisi terkelupas sehingga menimbulkan percikan api.

Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Jakarta Timur, AKP Diah Tin Agustina mengatakan, kabel tersebut merupakan kabel tiang listrik yang berada tepat di depan sebuah warung makanan milik Ibu Mur. Karena saling bergesekan, percikan api pun muncul dan jatuh di warung rokok, persis di bawah tiang listrik.

"Penyebabnya korsleting dari gesekan kabel dari atap warung. Asal apinya dari sana. Mungkin kabelnya luka (terkelupas) akibat tergesek sama seng," ujarnya di lokasi kejadian.

Api baru diketahui warga setempat sekitar pukul 08.00 WIB. Sebagian warga berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri, sementara warga lainnya langsung berusaha memadamkan api menggunakan air seadanya hingga 16 mobil pemadam kebakaran terjun memadamkan api. Api yang terlanjur membesar merembet ke sebuah warung telekomunikasi yang berada di samping warung makanan.

Tak hanya itu, api turut melahap enam kontrakan milik Soleh yang berada di belakangnya, sebuah mushalla, sebuah bengkel motor dan sebuah toko mebel. Total, ada 11 bangunan yang diamuk api. Kebanyakan pemilik bangunan, diketahui tengah mudik ke kampung halaman.

Kerugian atas musibah tersebut diperkirakan ratusan juta rupiah. Berdasarkan pantauan di lokasi kebakaran, api berhasil dipadamkan pukul 09.05 WIB. Petugas masih melakukan pendinginan di lokasi kejadian. Akibat kebakaran tersebut, ruas Jalan Raya Bekasi Timur dari Klender mengarah ke Pulogadung, ditutup, karena mobil Damkar masih berada di lokasi. Sementara, warga setempat tampak masih melihat-lihat sisa kebakaran. 

Kebakaran Di Duren Sawit

Ditinggal Mudik, 150 Rumah Terbakar di Duren Sawit


TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 150 bangunan terbakar di Jalan Gotong Royong RT 02 RW 02 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur saat ditinggal mudik penghuninya.


"Setidaknya, 140 kepala keluarga kehilangan kediamannya akibat kebakaran ini," kata Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta, Paimin Napitipulu, saat ditemui di lokasi Selasa, 21 Agustus 2012.

Berdasarkan penuturan saksi mata di lokasi kejadian, Ujang, mayoritas warga di sana merupakan pendatang dari luar Provinsi DKI Jakarta, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Sebagian besar warga telah meninggalkan kediamannya untuk mudik sejak H-3 Lebaran.

"Kobaran api juga terlihat dari rumah yang sedang kosong ditinggal mudik penghuninya," kata Ujang. Akibatnya, warga juga baru mengetahui ada kebakaran saat kobaran api terlanjur membesar.

Seorang warga lain juga mengatakan hal yang sama. "Itu rumah adik dan kakak saya terbakar. Padahal, mereka sedang berlebaran di kampung halaman," kata seorang perempuan yang menyaksikan kebakaran itu.

Ujang menjelaskan, mayoritas bangunan di sana merupakan rumah petak yang berfungsi sebagai kediaman, sekaligus pusat industri rumah tangga mebel dan tekstil. Beberapa bangunan juga berfungsi sebagai gudang penyimpanan mebel dan serbuk kayu.

Hal yang sama juga disebutkan oleh Paimin. Paimin mengatakan, bahan rumah yang terbuat dari kayu dan triplek yang mudah terbakar menjadi penyebab api cepat menyebar. Terlebih lagi, kata dia, bahan baku industri berupa kain, kayu, cat, dan tinner, semakin mempermudah kobaran api membesar.

Belum diketahui berapa besar kerugian yang diderita warga. Ia mengatakan sebagian pemilik rumah sedang mudik, sehingga laporan kerugian belum terdata seluruhnya. "Perkiraan kerugian warga mencapai miliaran rupiah. Karena, sebagian besar barang-barang yang terbakar merupakan bahan baku industri seperti kayu jati," kata Paimin.

Laporan yang ada juga menunjukkan tidak ada korban jiwa akibat kebakaran tersebut. Paimin menjelaskan, hanya ada tiga warga yang mengalami luka ringan akibat terkena paku dan pecahan beling saat membantu memadamkan api. Ketiga warga tersebut juga telah diobati oleh petugas Palang Merah Indonesia yang telah bersiap di lokasi.

Dari penjelasan dinas kebakaran, api pertama kali terlihat dari kediaman salah satu warga yang menyimpan tinner. Paimin mengatakan saksi mata melihat ada percikan api dari tiang listrik dan kemudian menyambar tong penyimpanan tinner pada pukul 12.15 WIB. Api kemudian menyebar cepat saat angin bertiup kencang. Api akhirnya berangsur-angsur dapat dipadamkan.